Kamis, 02 Februari 2012

Antara Pustakawan, Anggota Profesi, Pekerja Sosial, dan Makhluk Sosial

PERAN PUSTAKAWAN SEBAGAI ANGGOTA PROFESI,
PEKERJA PROFESIONAL, DAN MAKHLUK SOSIAL


Oleh : Widodo Mulyo Rusdihanto
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Interdisciplinary Islamic Studies – Ilmu Perpustakaan dan Informasi


Abstrak

Pustakawan adalah suatu profesi yang bekerja di perpustakaan dan IPI adalah organisasi profesinya. Masyarakat menilai kinerja pustakawan tidak profesional, pelayanan perpustakaan tidak memuaskan, dan IPI tidak mandiri dan statusquo. Untuk mengatasi hal itu, pustakawan dituntut untuk dapat berperan sebagai pekerja yang profesional, sebagai anggota profesi, dan sebagai makhluk sosial. Peningkatan kompetensi pustakawan dengan menambah pengetahuan dan ketrampilan lainnya terutama teknologi informasi. IPI melaksanakan otonomi daerah agar dapat mandiri dan berkiprah di masyarakat.

Kata kunci : pustakawan, profesional, anggota profesi, makhluk sosial, IPI


1. Pendahuluan
Meningkatkan taraf hidup bangsa akan tercapai jika bangsa itu pandai. Itulah inti dari keberadaan perpustakaan. Apapun jenis perpustakaannya. Itu merupakan cerminan dari fungsi perpustakaan sebagai sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat membutuhkan informasi untuk menunjang tugas-tugasnya dalam bekerja dan studi maupun hanya untuk rekreasi saja. Simpati masyarakat dalam mencari informasinya tergantung dari pelayanan masing-masing perpustakaan. Pelayanan di perpustakaan merupakan tulang punggung perpustakaan dalam eksistensinya untuk memenuhi kebutuhan para pengguna. Pengguna akan terpuaskan jika pelayanan pustakawan seperti yang diharapkannya, tetapi pengguna akan kecewa jika pelayanan pustakawan tidak memenuhi apa yang diinginkannya. Suara-suara sumbang akan mendengung dimana-mana mengenai kinerja perpustakaan. Kepuasan pengguna inilah yang diharapkan perpustakaan dalam melaksanakan kerjanya. Pengguna adalah faktor yang diutamakan dalam pelayanan perpustakaan.




Tetapi kenyataan yang ada apa yang terjadi ? Menurut Hernandono1: beberapa kritik mengenai perpustakaan muncul di media cetak dan komunikasi maya. Ketidakpuasan pengguna disebabkan beberapa faktor yang berkaitan dengan sumber daya manusia yaitu pustakawan dan mereka yang bekerja di perpustakaan. Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat2 dalam makalah penelitiannya menyatakan banyak masalah yang dihadapi dalam melayani pengguna yang disebabkan oleh beragamnya karakter pengguna dan bervariasinya kebutuhan dan cara pemenuhannya. Sedangkan Dorotea Wahyu Ariani3 mengatakan pustakawan kurang kreatif, tidak memiliki program kerja, keterampilan teknis dan Bahasa Inggris terbatas, dan kemampuan mengoperasikan komputer lemah. H.M. Ardi Siswanto4 menyatakan bahwa Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) dalam kondisi statusquo tidak ada kiprah dan belum mandiri karena keuangannya masih banyak bergantung pada subsidi dan bantuan instansi di bidang perpustakaan dan badan-badan lain, baik pemerintah maupun swasta. Sedangkan pustakawan Indonesia belum mandiri. Lain lagi dengan Ninis Agustini Damayanti5 yang mengemukakan pendapat Kneale tentang image pustakawan sebagai sosok yang kuno, tidak modis, dan tidak ramah. Ini betul-betul sangat menyedihkan, karena masyarakat sudah membuat image bahwa pustakawan adalah sosok yang jelek baik fisik maupun perilakunya.

2. Pembahasan
Pustakawan bekerja di berbagai jenis perpustakaan, baik di perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus, maupun perpustakaan perguruan tinggi. Selain bekerja di perpustakaan, pustakawan adalah suatu profesi yang mempunyai organisasi profesi yaitu IPI. Dengan demikian kinerja pustakawan meliputi peran sebagai pekerja profesional, peran sebagai anggota profesi, dan peran sebagai makhluk sosial.
___________________________
1Hernandono, Etika Pustakawan, Jakarta, 2002
2 Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat Hubungan Intensi Pro-sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara, 2008
3Dorotea Wahyu Ariani, Profesi Pustakawan Kurang Diminati, Harian Jogja, 2010 (http://www.harianjogja.com/beritas/detailberita/HarjoBerita/17504/profesi-pustakawan-kurang-diminatiview.html diakses 21/10/2010)
4H.M. Ardi Siswanto Otokritik IPI Sebagai Organisasi Profesi Dalam Rangka Otonomi Daerah, 2008
5Ninis Agustini Damayanti, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan. Universitas Pajajaran
Peran Sebagai Pekerja Profesional
Profesional adalah orang yang mempunyai pekerjaan atau profesi purna waktu dengan mengandalkan suatu keahlian dan hidup dari pekerjan itu. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama tetapi hanya untuk menyalurkan hobi, bersenang-senang, atau mengisi waktu luang. Dengan demikan seorang profesional mempunyai suatu kompetensi khusus pada dirinya.
Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk dimiliki oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh satu organisasi (Mirabile, 1997)6. Pustakawan dituntut untuk : (a) memiliki pendidikan, keahlian dan ketrampilan di bidang perpustakaan yang diperoleh melalui pendidikan formal, penataran atau diklat dan sebagainya; (b) memiliki kemandirian yaitu mampu mernimpin diri sendiri, tidak selalu diperintah, tidak diatur oleh pejabat jabatan fungsional lain; menggunakan ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam bekerja; (c) dinamis artinya selalu mengikuti perkembangan dan tuntutan profesi: dan (d) mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial dan iptek.7
Untuk mewujudkan sebagai pekerja yang profesional pada era globalisasi informasi ini, kompetensi yang harus dimiliki pustakawan selain keilmuan profesinya, diperlukan juga pengetahuan dan ketrampilan lainnya terutama teknologi informasi. Pengetahuan tambahan tersebut merupakan sarana komunikasi pada era globalisasi. Ini merupakan peluang bagi pustakawan. Jika pustakawan tidak meningkatkan profesionalismenya maka peluang tersebut akan diambil oleh pustakawan lain atau pakar informasi dari luar. Selain hal itu, untuk menambah performance profesional, usahakan berpenampilan baik dan wajar dengan berpakaian sopan dan serasi.


____________________
6Sulistyo Basuki, Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Globalisasi Informasi, 2006 (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17060/1/pus-des2006-2.pdf diakses 21/10/2010)
7Pergola Irianti, Profesi Pustakawan dan Kemandirian, Buletin Perpustakaan : UGM, Yogyakarta, 1997
Peran Sebagai Anggota Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan suatu keahlian sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup. Suatu profesi tertentu akan diakui jika memenuhi beberapa syarat antara lain: (1) adanya organisasi yang anggotanya terdiri atas profesi sejenis, (2) pendidikan dan ketrampilam khusus, (3) intelektual, (4) orientasi pada jasa, (5) kode etik, (6) kemandirian, dan (7) status. Profesi pustakawan telah ditetapkan Pemerintah sebagai jabatan fungsional.8
Karena pustakawan merupakan suatu profesi, maka minimalnya seorang pustakawan berperan sebagai anggota profesi pada organisasi profesinya yaitu IPI. Selanjutnya ikut berpatisipasi melaksanakan program-program IPI di daerah. Tetapi selama ini kita belum mendengar program dari IPI pusat maupun daerah. H.M. Ardi Siswanto9 memberikan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan kinerja putakawan dan kiprah organisasi profesi pusakawan IPI sebagai berikut :
  1. Setiap permasalahan yang muncul baik dari anggota maupun pengurus hendaknya perlu dipertimbangkan dari berbagai sudut pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang efektif hendaknya sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengurus Pusat hendaknya berkonsentrasi pada kebijakan yang berskala Nasional dan lebih banyak memberikan otonomi kepada pengurus daerah sebagai basis pengembangan karir para pustakawan yang ada di daerah. Sedangkan pengurus cabang lebih banyak berkonsentrasi pada tuntutan kebutuhan anggota sebagai basis operasional kegiatan profesi.
  2. Otonomi Daerah hendaknya dapat dijadikan modal awal para pustakawan di daerah untuk terus mengembangkan karir profesi kepustakawanannya untuk lebih mengenal jati dirinya sebagai anggota profesi. Dengan demikian profesi pustakawan akan lebih dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai organisasi yang lebih mandiri.
  3. Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi yang ada di daerah merupakan suatu keharusan jika kita hendak sejajar dengan organisasi profesi lain.
____________________
8Pergola Irianti, Profesi Pustakawan dan Kemandirian, Buletin Perpustakaan : Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/pirianti2.pdf diakses 21/10/2010)
9H.M. Ardi Siswanto, Otokritik IPI Sebagai Organisasi Profesi Dalam Rangka Otonomi Daerah, 2008 (http://kangtarto.blogspot.com/2008/01/otokritik-ipi-sebagai-organisasi.html diakses 20/10/2010)


  1. Tuntutan profesionalisme yang diamanatkan oleh anggaran dasar dan anggaran rumah tangga lebih-lebih tercermin dalam kode etik pustakawan sekalipun masih dipertanyakan hendaknya dijadikan aset yang cukup berharga sebagai suatu organisasi yang dituntut kemandiriannya.
  2. Persaingan global yang cukup kompetitif disegala bidang merupakan tantangan profesi kepustakawanan untuk dapat melakukan terobosan yang lebih bermakna ketimbang memikirkan dan mempertajam perbedaan yang tak pernah terselesaikan bahkan lebih memunculkan permasalahan baru yang lebih rumit.
  3. Kunci keberhasilan suatu organisasi akan banyak bergantung sejauh mana pengurus dan anggota dapat mengimplementasikan program kerjanya dengan menjunjung tinggi asas kebersamaan sesama anggota. Pilar-pilar kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi masa lalu dan sekarang hendaknya dapat dijadikan bahan renungan kita semua untuk melangkah lebih jauh. Bahkan perubahan sekecil apapun akan lebih baik, dari pada kita mempertahankan status quo.

Peran Sebagai Makhluk Sosial
Perpustakaan termasuk organisasi yang bergerak dalam bidang jasa, yang setara dengan perusahaan asuransi, perusahaan penerbangan, rumah sakit dan bank. Artinya, walaupun merupakan lembaga nirlaba, perpustakaan perlu menerapkan manajemen modern untuk menghasilkan kinerja yang optimal karena dengan cara-cara inilah masyarakat melihat dan mengenal bahwa perpustakaan dijalankan oleh orang-orang yang professional bernama pustakawan. Sebagaimana perusahaan jasa, kinerja optimal sebuah lembaga diukur dari kepuasan pelanggan, dan kepuasan hanya akan dicapai dari pelayanan yang berkualitas.10




____________________
10Philip Kotler, Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan, Implentasi dan Pengendalian, Jakarta: Salemba Empat, 1995
Untuk memaksimalkan layanan perpustakaan, maka perpustakaan dan pustakawan mempersiapkan layanannya kepada pengguna dengan cara sebagai berikut:
  1. Mempunyai persediaan informasi dan sumber-sumber informasi yang multi tujuan, memadai, dan berfariasi, baik dalam isi, format, maupun ukurannya.
  2. Mengkoordinasikan menawarkan pelayanannya dengan konsep layanan terhantar tidak hanya menunggu pengguna datang keperpustakaan.
  3. Memperbanyak jumlah pengguna sebagai komoditas.
Secara umum kepustakawanan lahir akibat adanya dua macam gerakan dalam masyarakat (social movement) yang berbeda, namun saling berhubungan.
  1. Gerakan yang muncul dari upaya manusia menemukan kebenaran lewat ilmu pengetahuan, yang mengembangkan kepedulian pada klasifikasi ilmu pengetahuan dalam rangka membantu para cerdik cendekiawan menemukan informasi (information retrieval) dan menarik kesimpulan.
  2. Kepustakawanan dilahirkan oleh gerakan sosio-budaya dengan kepedulian yang agak berbeda, seperti kepedulian pada hal-hal yang berkaitan dengan membaca, kesusasteraan, dsb. (public librarianship).11
Berdasarkan pada fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa gairah membaca adalah pokok perhatian semua pustakawan, namun keakraban dengan karya-karya umum serta segala aspek komunikasi masyarakat menjadi prasarat utama profesi pustakawan. Diera informasi ini perpustakaan harus berhenti menjadi lembaga yang mengutamakan data bibliografi, dan harus berubah menjadi lembaga yang memprioritaskan layanan informasi.12 Layanan informasi bukan sebatas menyediakan informasi-informasi yang dibutuhkan pengguna, namun memastikan bahwa informasi yang tersedia dalam suatu perpustakaan benar-benar bermanfaat bagi pengguna.
Pada kodratnya pustakawan adalah manusia yang merupakan makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat yang memiliki akal pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan. Sebagai makhluk sosial, pustakawan berinteraksi, berhubungan dan hidup bersama dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pustakawan
____________________
11Putu Laxman Pendit, Darimana Datangnya Pustakawan ?. Marsela Vol. 3 No. 1, 2001. hlm. 4
12Putu Laxman Pendit.Kepustakawanan Indonesia: Potensi dan Tantangan. Jakarta : Kesaint Blanc, 1992. hlm. 79

sebagai makhluk sosial karena beberapa alasan, yaitu :
  1. manusia tunduk pada aturan dan norma
  2. perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain
  3. manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
  4. potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah masyarakat13
Kemampuan berkomunikasi yang baik merupakan poin utama dalam memberikan layanan informasi serta menjadi andalan pokok bagi pustakawan dalam menghadapi berbagai karakter pengguna. Salah satu teknik komunikasi yang sangat tepat yang harus dimiliki pustakawan adalah komunikasi asertif, yaitu kemampuan menerapkan strategi berkomunikasi yang tepat sesuai karakter pengguna. Pola komunikasi asertif adalah komunikasi yang paling sehat dan efektif, memudahkan pemecahan masalah, mengurangi ledakan emosi, membutuhkan skills dan perubahan pola pikir.14 Selain ketrampilan asertif pustakawan juga membutuhkan ketrampilan mendengar dan memahami orang lain untuk melayani pengguna perpustakaan.

Ketrampilan Asertif
Asertif adalah mengatakan atau menyampaikan apa yang kita mau dengan cara menghormati diri sendiri dan orang lain. Asertif bukan sifat tetapi ketrampilan atau keahlian yang dapat dipelajari. Pada umumnya orang mudah menjadi asertif terhadap orang asing/lain, tetapi tidak untuk keluarga dekat dan kolega di kantor. Untuk menjadi lebih asertif dalam situasi sulit dan tertekan, kita harus memiliki self-image yang positif dan berkeyakinan bahwa kita dapat melakukannya secara efektif.
Kemampuan mengekspresikan perasaan dan terbuka terhadap orang lain tentang yang kita kehendaki atau inginkan, akan memaksimalkan perubahan-perubahan atas keinginan kita dan memperoleh apa yang kita inginkan. Bila kita biasa pasif, kita akan dipandang sebelah mata oleh orang lain dan ini akan menurunkan kepercayaan diri kita.


____________________
13Yahya Nursidik, Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, Jakarta, 2009
14Utami Hariyadi, Efektive Comunicaion for Assertive Librarian. Jakarta: Pelatihan Pustakawan Universitas Indonesia, 2008. hlm. 1
Perilaku pasif sering kali berhubungan dengan ketidakberdayaan dan kita merasa tidak dapat berbuat apa-apa atas apa yang terjadi. Kita tidak dapat mencapai target karena orang lain membuatkan target untuk kita. Hak-hak kita dilanggar dan orang lain memanfaatkan kita.
Perilaku asertif antara lain :
  1. Kita membiarkan orang lain selesai bicara sebelum kita bicara.
  2. Memperjuangkan posisi yang cocok dengan perasaan dan kesaksian kita.
  3. Membuat keputusan berdasarkan apa yang kita anggap benar.
  4. Hadapi masalah dan buat keputusan secara jujur dan adil.
  5. Terima tanggungjawab dengan penuh dedikasi berdasarkan situasi, kebutuhan dan hak kita.
Jadi sangatlah penting untuk menjadi asertif, bukan hanya karena kita menginginkan lebih banyak, tetapi supaya kita merasa lebih baik dan berperilaku lebih baik.
Setiap orang berhak untuk: 1). memiliki dan mengekspresikan pandangan yang berbeda, 2). didengar dan diperhatikan, 3). berkata tidak, 4). tidak setuju, 5). diperlakukan dengan hormat, 6). menentukan prioritasnya sendiri, 7). menyatakan kemarahannya, 8). mempunyai privacy, 9). berbuat salah, 10). yang benar merasa nyaman dengan diri sendiri.15

Ketrampilan Mendengar dan Memahami Orang Lain
Dalam berkomunikasi kita cenderung ingin dipahami terlebih dahulu sebelum kita mau memahami orang lain. Maka dari itu, beberapa orang cenderung berfokus pada pengalaman dan kehidupan pribadinya sendiri, seperti rekan kerja, sahabat atau teman.
Selanjutnya pada saat terjadi komunikasi, sewaktu mendengarkan, kita cenderung tidak mendengarkan secara terbuka ibarat kertas kosong. Kita cenderung telah dipenuhi berbagai asumsi dan pengalaman pribadi kita sendiri. Secara naluriah kita menganalisis dan membandingakan pengalaman orang lain dengan pengalaman pribadi kita.


____________________
15Sri Rochyanti Zulaikha (Dosen Pengampu), Hak Asertif Anda (Terjemahan) Bahan Kuliah Ketrampilan Sosial Dalam Konteks Kepustakawanan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010
Untuk menciptakan suatu komunikasi yang efektif, kita perlu terlebih dahulu memahami orang lain. Juga termasuk berusaha memahami motif, keinginan, dan situasi orang lain. Juga termasuk berusaha memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kita perlu berusaha untuk sepenuhnya memahami orang tersebut sepenuhnya, secara emosional dan intelektual. Inilah yang disebut sebagai teknik mendengarkan secara empaty. Karena untuk berkomunikasi secara efektif, kita perlu berkomunikasi dengan hati.16

3. Penutup
Pustakawan merupakan profesi yang bekerja di berbagai perpustakaan baik negeri maupun swasta, selain hal itu juga menjadi anggota profesi pada organisasi IPI. Untuk menjadi profesional, pustakawan menambah kompetensinya dengan pengetahuan dan ketrampilan lainnya yang utamanya adalah teknologi informasi. Teknologi informasi adalah sarana komunikasi pada era globalisasi informasi. Selain hal itu, pustakawan agar dapat melayani dengan ketrampilan asertif, ketrampilan mendengar, dan ketrampilan memahami orang lain sehingga penguna perpustakaan dapat terpuaskan.
IPI pusat melaksanakan program-program berskala nasional, sedangkan IPI daerah melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menunjang profesi pustakawan. IPI daerah menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah untuk mensukseskan program-program IPI daerah termasuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang merupakan aset IPI.








____________________
16Fansiska Atmadi, Berkomunikasi Dengan Hati, Modul Empathic Listening Skills : Program Heartwork, TMI, Jakarta,2009. (http://www.mditack.co.id/post.php?id=99&menu=article diakses 19/10/2010)

Daftar Pustaka

Atmadi, Fransiska. 2009, Berkomunikasi Dengan Hati, modul Empathic Listening Skills : Program Heartwork, TMI, Jakarta
Hernandono, 2002, Etika Pustakawan, Jakarta
Hariyadi, Utami. 2006. Efective Communication for Assertive Librarian. Jakarta: Pelatihan Pustakawan Universitas Indonesia.
Kotler, Philip. 1995. Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.
Pendit, Putu Laxman. 1992. Kepustakawanan Indonesia : Potensi dan Tantangan. Jakarta: Kesaint Blanc
Pendit, Putu Laxman. 2001. Darimana Datangnya Pustakawan ?. Marsela. Vol. 3. No. 1
Yamit, Zulian. 2001. Manajemen Kualitas: Produk & Jasa. Yogyakarta : Penerbit Ekonisia
Zulaikha, Sri Rochyanti (Dosen Pengampu). 2010. Bahan Kuliah Ketrampilan Sosial Dalam Konteks Kepustakawanan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat, 2008, Hubungan Intensi Pro-sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara.
Siswanto, H.M. Ardi. 2008, Otokritik IPI Sebagai Organisasi Profesi Dalam Rangka Otonomi Daerah




Agustini Damayani, Ninis. 2005, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan. Universitas Pajajaran
Wahyu Ariani, Dorotea. 2010, Profesi Pustakawan Kurang Diminati, Harian Jogja. (http://www.harianjogja.com/beritas/detailberita/HarjoBerita/17504/profesi-pustakawan-kurang-diminatiview.html diakses 21/10/2010)
Irianti, Pergola. 1997, Profesi Pustakawan dan Kemandirian, Buletin Perpustakaan : Universtas Gajah Mada, Yogyakarta
Nursidik, Yahya. 2009, Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial, Jakarta
Sulistyo-Basuki. 2006, Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Globalisasi Informasi, Jakarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar