Kamis, 02 Februari 2012

Antara Pustakawan, Anggota Profesi, Pekerja Sosial, dan Makhluk Sosial

PERAN PUSTAKAWAN SEBAGAI ANGGOTA PROFESI,
PEKERJA PROFESIONAL, DAN MAKHLUK SOSIAL


Oleh : Widodo Mulyo Rusdihanto
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Interdisciplinary Islamic Studies – Ilmu Perpustakaan dan Informasi


Abstrak

Pustakawan adalah suatu profesi yang bekerja di perpustakaan dan IPI adalah organisasi profesinya. Masyarakat menilai kinerja pustakawan tidak profesional, pelayanan perpustakaan tidak memuaskan, dan IPI tidak mandiri dan statusquo. Untuk mengatasi hal itu, pustakawan dituntut untuk dapat berperan sebagai pekerja yang profesional, sebagai anggota profesi, dan sebagai makhluk sosial. Peningkatan kompetensi pustakawan dengan menambah pengetahuan dan ketrampilan lainnya terutama teknologi informasi. IPI melaksanakan otonomi daerah agar dapat mandiri dan berkiprah di masyarakat.

Kata kunci : pustakawan, profesional, anggota profesi, makhluk sosial, IPI


1. Pendahuluan
Meningkatkan taraf hidup bangsa akan tercapai jika bangsa itu pandai. Itulah inti dari keberadaan perpustakaan. Apapun jenis perpustakaannya. Itu merupakan cerminan dari fungsi perpustakaan sebagai sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat membutuhkan informasi untuk menunjang tugas-tugasnya dalam bekerja dan studi maupun hanya untuk rekreasi saja. Simpati masyarakat dalam mencari informasinya tergantung dari pelayanan masing-masing perpustakaan. Pelayanan di perpustakaan merupakan tulang punggung perpustakaan dalam eksistensinya untuk memenuhi kebutuhan para pengguna. Pengguna akan terpuaskan jika pelayanan pustakawan seperti yang diharapkannya, tetapi pengguna akan kecewa jika pelayanan pustakawan tidak memenuhi apa yang diinginkannya. Suara-suara sumbang akan mendengung dimana-mana mengenai kinerja perpustakaan. Kepuasan pengguna inilah yang diharapkan perpustakaan dalam melaksanakan kerjanya. Pengguna adalah faktor yang diutamakan dalam pelayanan perpustakaan.




Tetapi kenyataan yang ada apa yang terjadi ? Menurut Hernandono1: beberapa kritik mengenai perpustakaan muncul di media cetak dan komunikasi maya. Ketidakpuasan pengguna disebabkan beberapa faktor yang berkaitan dengan sumber daya manusia yaitu pustakawan dan mereka yang bekerja di perpustakaan. Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat2 dalam makalah penelitiannya menyatakan banyak masalah yang dihadapi dalam melayani pengguna yang disebabkan oleh beragamnya karakter pengguna dan bervariasinya kebutuhan dan cara pemenuhannya. Sedangkan Dorotea Wahyu Ariani3 mengatakan pustakawan kurang kreatif, tidak memiliki program kerja, keterampilan teknis dan Bahasa Inggris terbatas, dan kemampuan mengoperasikan komputer lemah. H.M. Ardi Siswanto4 menyatakan bahwa Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) dalam kondisi statusquo tidak ada kiprah dan belum mandiri karena keuangannya masih banyak bergantung pada subsidi dan bantuan instansi di bidang perpustakaan dan badan-badan lain, baik pemerintah maupun swasta. Sedangkan pustakawan Indonesia belum mandiri. Lain lagi dengan Ninis Agustini Damayanti5 yang mengemukakan pendapat Kneale tentang image pustakawan sebagai sosok yang kuno, tidak modis, dan tidak ramah. Ini betul-betul sangat menyedihkan, karena masyarakat sudah membuat image bahwa pustakawan adalah sosok yang jelek baik fisik maupun perilakunya.

2. Pembahasan
Pustakawan bekerja di berbagai jenis perpustakaan, baik di perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus, maupun perpustakaan perguruan tinggi. Selain bekerja di perpustakaan, pustakawan adalah suatu profesi yang mempunyai organisasi profesi yaitu IPI. Dengan demikian kinerja pustakawan meliputi peran sebagai pekerja profesional, peran sebagai anggota profesi, dan peran sebagai makhluk sosial.
___________________________
1Hernandono, Etika Pustakawan, Jakarta, 2002
2 Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat Hubungan Intensi Pro-sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara, 2008
3Dorotea Wahyu Ariani, Profesi Pustakawan Kurang Diminati, Harian Jogja, 2010 (http://www.harianjogja.com/beritas/detailberita/HarjoBerita/17504/profesi-pustakawan-kurang-diminatiview.html diakses 21/10/2010)
4H.M. Ardi Siswanto Otokritik IPI Sebagai Organisasi Profesi Dalam Rangka Otonomi Daerah, 2008
5Ninis Agustini Damayanti, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan. Universitas Pajajaran
Peran Sebagai Pekerja Profesional
Profesional adalah orang yang mempunyai pekerjaan atau profesi purna waktu dengan mengandalkan suatu keahlian dan hidup dari pekerjan itu. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama tetapi hanya untuk menyalurkan hobi, bersenang-senang, atau mengisi waktu luang. Dengan demikan seorang profesional mempunyai suatu kompetensi khusus pada dirinya.
Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk dimiliki oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh satu organisasi (Mirabile, 1997)6. Pustakawan dituntut untuk : (a) memiliki pendidikan, keahlian dan ketrampilan di bidang perpustakaan yang diperoleh melalui pendidikan formal, penataran atau diklat dan sebagainya; (b) memiliki kemandirian yaitu mampu mernimpin diri sendiri, tidak selalu diperintah, tidak diatur oleh pejabat jabatan fungsional lain; menggunakan ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam bekerja; (c) dinamis artinya selalu mengikuti perkembangan dan tuntutan profesi: dan (d) mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial dan iptek.7
Untuk mewujudkan sebagai pekerja yang profesional pada era globalisasi informasi ini, kompetensi yang harus dimiliki pustakawan selain keilmuan profesinya, diperlukan juga pengetahuan dan ketrampilan lainnya terutama teknologi informasi. Pengetahuan tambahan tersebut merupakan sarana komunikasi pada era globalisasi. Ini merupakan peluang bagi pustakawan. Jika pustakawan tidak meningkatkan profesionalismenya maka peluang tersebut akan diambil oleh pustakawan lain atau pakar informasi dari luar. Selain hal itu, untuk menambah performance profesional, usahakan berpenampilan baik dan wajar dengan berpakaian sopan dan serasi.


____________________
6Sulistyo Basuki, Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Globalisasi Informasi, 2006 (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17060/1/pus-des2006-2.pdf diakses 21/10/2010)
7Pergola Irianti, Profesi Pustakawan dan Kemandirian, Buletin Perpustakaan : UGM, Yogyakarta, 1997
Peran Sebagai Anggota Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan suatu keahlian sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup. Suatu profesi tertentu akan diakui jika memenuhi beberapa syarat antara lain: (1) adanya organisasi yang anggotanya terdiri atas profesi sejenis, (2) pendidikan dan ketrampilam khusus, (3) intelektual, (4) orientasi pada jasa, (5) kode etik, (6) kemandirian, dan (7) status. Profesi pustakawan telah ditetapkan Pemerintah sebagai jabatan fungsional.8
Karena pustakawan merupakan suatu profesi, maka minimalnya seorang pustakawan berperan sebagai anggota profesi pada organisasi profesinya yaitu IPI. Selanjutnya ikut berpatisipasi melaksanakan program-program IPI di daerah. Tetapi selama ini kita belum mendengar program dari IPI pusat maupun daerah. H.M. Ardi Siswanto9 memberikan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan kinerja putakawan dan kiprah organisasi profesi pusakawan IPI sebagai berikut :
  1. Setiap permasalahan yang muncul baik dari anggota maupun pengurus hendaknya perlu dipertimbangkan dari berbagai sudut pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang efektif hendaknya sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengurus Pusat hendaknya berkonsentrasi pada kebijakan yang berskala Nasional dan lebih banyak memberikan otonomi kepada pengurus daerah sebagai basis pengembangan karir para pustakawan yang ada di daerah. Sedangkan pengurus cabang lebih banyak berkonsentrasi pada tuntutan kebutuhan anggota sebagai basis operasional kegiatan profesi.
  2. Otonomi Daerah hendaknya dapat dijadikan modal awal para pustakawan di daerah untuk terus mengembangkan karir profesi kepustakawanannya untuk lebih mengenal jati dirinya sebagai anggota profesi. Dengan demikian profesi pustakawan akan lebih dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai organisasi yang lebih mandiri.
  3. Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi yang ada di daerah merupakan suatu keharusan jika kita hendak sejajar dengan organisasi profesi lain.
____________________
8Pergola Irianti, Profesi Pustakawan dan Kemandirian, Buletin Perpustakaan : Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/pirianti2.pdf diakses 21/10/2010)
9H.M. Ardi Siswanto, Otokritik IPI Sebagai Organisasi Profesi Dalam Rangka Otonomi Daerah, 2008 (http://kangtarto.blogspot.com/2008/01/otokritik-ipi-sebagai-organisasi.html diakses 20/10/2010)


  1. Tuntutan profesionalisme yang diamanatkan oleh anggaran dasar dan anggaran rumah tangga lebih-lebih tercermin dalam kode etik pustakawan sekalipun masih dipertanyakan hendaknya dijadikan aset yang cukup berharga sebagai suatu organisasi yang dituntut kemandiriannya.
  2. Persaingan global yang cukup kompetitif disegala bidang merupakan tantangan profesi kepustakawanan untuk dapat melakukan terobosan yang lebih bermakna ketimbang memikirkan dan mempertajam perbedaan yang tak pernah terselesaikan bahkan lebih memunculkan permasalahan baru yang lebih rumit.
  3. Kunci keberhasilan suatu organisasi akan banyak bergantung sejauh mana pengurus dan anggota dapat mengimplementasikan program kerjanya dengan menjunjung tinggi asas kebersamaan sesama anggota. Pilar-pilar kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi masa lalu dan sekarang hendaknya dapat dijadikan bahan renungan kita semua untuk melangkah lebih jauh. Bahkan perubahan sekecil apapun akan lebih baik, dari pada kita mempertahankan status quo.

Peran Sebagai Makhluk Sosial
Perpustakaan termasuk organisasi yang bergerak dalam bidang jasa, yang setara dengan perusahaan asuransi, perusahaan penerbangan, rumah sakit dan bank. Artinya, walaupun merupakan lembaga nirlaba, perpustakaan perlu menerapkan manajemen modern untuk menghasilkan kinerja yang optimal karena dengan cara-cara inilah masyarakat melihat dan mengenal bahwa perpustakaan dijalankan oleh orang-orang yang professional bernama pustakawan. Sebagaimana perusahaan jasa, kinerja optimal sebuah lembaga diukur dari kepuasan pelanggan, dan kepuasan hanya akan dicapai dari pelayanan yang berkualitas.10




____________________
10Philip Kotler, Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan, Implentasi dan Pengendalian, Jakarta: Salemba Empat, 1995
Untuk memaksimalkan layanan perpustakaan, maka perpustakaan dan pustakawan mempersiapkan layanannya kepada pengguna dengan cara sebagai berikut:
  1. Mempunyai persediaan informasi dan sumber-sumber informasi yang multi tujuan, memadai, dan berfariasi, baik dalam isi, format, maupun ukurannya.
  2. Mengkoordinasikan menawarkan pelayanannya dengan konsep layanan terhantar tidak hanya menunggu pengguna datang keperpustakaan.
  3. Memperbanyak jumlah pengguna sebagai komoditas.
Secara umum kepustakawanan lahir akibat adanya dua macam gerakan dalam masyarakat (social movement) yang berbeda, namun saling berhubungan.
  1. Gerakan yang muncul dari upaya manusia menemukan kebenaran lewat ilmu pengetahuan, yang mengembangkan kepedulian pada klasifikasi ilmu pengetahuan dalam rangka membantu para cerdik cendekiawan menemukan informasi (information retrieval) dan menarik kesimpulan.
  2. Kepustakawanan dilahirkan oleh gerakan sosio-budaya dengan kepedulian yang agak berbeda, seperti kepedulian pada hal-hal yang berkaitan dengan membaca, kesusasteraan, dsb. (public librarianship).11
Berdasarkan pada fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa gairah membaca adalah pokok perhatian semua pustakawan, namun keakraban dengan karya-karya umum serta segala aspek komunikasi masyarakat menjadi prasarat utama profesi pustakawan. Diera informasi ini perpustakaan harus berhenti menjadi lembaga yang mengutamakan data bibliografi, dan harus berubah menjadi lembaga yang memprioritaskan layanan informasi.12 Layanan informasi bukan sebatas menyediakan informasi-informasi yang dibutuhkan pengguna, namun memastikan bahwa informasi yang tersedia dalam suatu perpustakaan benar-benar bermanfaat bagi pengguna.
Pada kodratnya pustakawan adalah manusia yang merupakan makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat yang memiliki akal pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan. Sebagai makhluk sosial, pustakawan berinteraksi, berhubungan dan hidup bersama dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pustakawan
____________________
11Putu Laxman Pendit, Darimana Datangnya Pustakawan ?. Marsela Vol. 3 No. 1, 2001. hlm. 4
12Putu Laxman Pendit.Kepustakawanan Indonesia: Potensi dan Tantangan. Jakarta : Kesaint Blanc, 1992. hlm. 79

sebagai makhluk sosial karena beberapa alasan, yaitu :
  1. manusia tunduk pada aturan dan norma
  2. perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain
  3. manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
  4. potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah masyarakat13
Kemampuan berkomunikasi yang baik merupakan poin utama dalam memberikan layanan informasi serta menjadi andalan pokok bagi pustakawan dalam menghadapi berbagai karakter pengguna. Salah satu teknik komunikasi yang sangat tepat yang harus dimiliki pustakawan adalah komunikasi asertif, yaitu kemampuan menerapkan strategi berkomunikasi yang tepat sesuai karakter pengguna. Pola komunikasi asertif adalah komunikasi yang paling sehat dan efektif, memudahkan pemecahan masalah, mengurangi ledakan emosi, membutuhkan skills dan perubahan pola pikir.14 Selain ketrampilan asertif pustakawan juga membutuhkan ketrampilan mendengar dan memahami orang lain untuk melayani pengguna perpustakaan.

Ketrampilan Asertif
Asertif adalah mengatakan atau menyampaikan apa yang kita mau dengan cara menghormati diri sendiri dan orang lain. Asertif bukan sifat tetapi ketrampilan atau keahlian yang dapat dipelajari. Pada umumnya orang mudah menjadi asertif terhadap orang asing/lain, tetapi tidak untuk keluarga dekat dan kolega di kantor. Untuk menjadi lebih asertif dalam situasi sulit dan tertekan, kita harus memiliki self-image yang positif dan berkeyakinan bahwa kita dapat melakukannya secara efektif.
Kemampuan mengekspresikan perasaan dan terbuka terhadap orang lain tentang yang kita kehendaki atau inginkan, akan memaksimalkan perubahan-perubahan atas keinginan kita dan memperoleh apa yang kita inginkan. Bila kita biasa pasif, kita akan dipandang sebelah mata oleh orang lain dan ini akan menurunkan kepercayaan diri kita.


____________________
13Yahya Nursidik, Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, Jakarta, 2009
14Utami Hariyadi, Efektive Comunicaion for Assertive Librarian. Jakarta: Pelatihan Pustakawan Universitas Indonesia, 2008. hlm. 1
Perilaku pasif sering kali berhubungan dengan ketidakberdayaan dan kita merasa tidak dapat berbuat apa-apa atas apa yang terjadi. Kita tidak dapat mencapai target karena orang lain membuatkan target untuk kita. Hak-hak kita dilanggar dan orang lain memanfaatkan kita.
Perilaku asertif antara lain :
  1. Kita membiarkan orang lain selesai bicara sebelum kita bicara.
  2. Memperjuangkan posisi yang cocok dengan perasaan dan kesaksian kita.
  3. Membuat keputusan berdasarkan apa yang kita anggap benar.
  4. Hadapi masalah dan buat keputusan secara jujur dan adil.
  5. Terima tanggungjawab dengan penuh dedikasi berdasarkan situasi, kebutuhan dan hak kita.
Jadi sangatlah penting untuk menjadi asertif, bukan hanya karena kita menginginkan lebih banyak, tetapi supaya kita merasa lebih baik dan berperilaku lebih baik.
Setiap orang berhak untuk: 1). memiliki dan mengekspresikan pandangan yang berbeda, 2). didengar dan diperhatikan, 3). berkata tidak, 4). tidak setuju, 5). diperlakukan dengan hormat, 6). menentukan prioritasnya sendiri, 7). menyatakan kemarahannya, 8). mempunyai privacy, 9). berbuat salah, 10). yang benar merasa nyaman dengan diri sendiri.15

Ketrampilan Mendengar dan Memahami Orang Lain
Dalam berkomunikasi kita cenderung ingin dipahami terlebih dahulu sebelum kita mau memahami orang lain. Maka dari itu, beberapa orang cenderung berfokus pada pengalaman dan kehidupan pribadinya sendiri, seperti rekan kerja, sahabat atau teman.
Selanjutnya pada saat terjadi komunikasi, sewaktu mendengarkan, kita cenderung tidak mendengarkan secara terbuka ibarat kertas kosong. Kita cenderung telah dipenuhi berbagai asumsi dan pengalaman pribadi kita sendiri. Secara naluriah kita menganalisis dan membandingakan pengalaman orang lain dengan pengalaman pribadi kita.


____________________
15Sri Rochyanti Zulaikha (Dosen Pengampu), Hak Asertif Anda (Terjemahan) Bahan Kuliah Ketrampilan Sosial Dalam Konteks Kepustakawanan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010
Untuk menciptakan suatu komunikasi yang efektif, kita perlu terlebih dahulu memahami orang lain. Juga termasuk berusaha memahami motif, keinginan, dan situasi orang lain. Juga termasuk berusaha memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kita perlu berusaha untuk sepenuhnya memahami orang tersebut sepenuhnya, secara emosional dan intelektual. Inilah yang disebut sebagai teknik mendengarkan secara empaty. Karena untuk berkomunikasi secara efektif, kita perlu berkomunikasi dengan hati.16

3. Penutup
Pustakawan merupakan profesi yang bekerja di berbagai perpustakaan baik negeri maupun swasta, selain hal itu juga menjadi anggota profesi pada organisasi IPI. Untuk menjadi profesional, pustakawan menambah kompetensinya dengan pengetahuan dan ketrampilan lainnya yang utamanya adalah teknologi informasi. Teknologi informasi adalah sarana komunikasi pada era globalisasi informasi. Selain hal itu, pustakawan agar dapat melayani dengan ketrampilan asertif, ketrampilan mendengar, dan ketrampilan memahami orang lain sehingga penguna perpustakaan dapat terpuaskan.
IPI pusat melaksanakan program-program berskala nasional, sedangkan IPI daerah melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menunjang profesi pustakawan. IPI daerah menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah untuk mensukseskan program-program IPI daerah termasuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang merupakan aset IPI.








____________________
16Fansiska Atmadi, Berkomunikasi Dengan Hati, Modul Empathic Listening Skills : Program Heartwork, TMI, Jakarta,2009. (http://www.mditack.co.id/post.php?id=99&menu=article diakses 19/10/2010)

Daftar Pustaka

Atmadi, Fransiska. 2009, Berkomunikasi Dengan Hati, modul Empathic Listening Skills : Program Heartwork, TMI, Jakarta
Hernandono, 2002, Etika Pustakawan, Jakarta
Hariyadi, Utami. 2006. Efective Communication for Assertive Librarian. Jakarta: Pelatihan Pustakawan Universitas Indonesia.
Kotler, Philip. 1995. Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat.
Pendit, Putu Laxman. 1992. Kepustakawanan Indonesia : Potensi dan Tantangan. Jakarta: Kesaint Blanc
Pendit, Putu Laxman. 2001. Darimana Datangnya Pustakawan ?. Marsela. Vol. 3. No. 1
Yamit, Zulian. 2001. Manajemen Kualitas: Produk & Jasa. Yogyakarta : Penerbit Ekonisia
Zulaikha, Sri Rochyanti (Dosen Pengampu). 2010. Bahan Kuliah Ketrampilan Sosial Dalam Konteks Kepustakawanan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat, 2008, Hubungan Intensi Pro-sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara.
Siswanto, H.M. Ardi. 2008, Otokritik IPI Sebagai Organisasi Profesi Dalam Rangka Otonomi Daerah




Agustini Damayani, Ninis. 2005, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan. Universitas Pajajaran
Wahyu Ariani, Dorotea. 2010, Profesi Pustakawan Kurang Diminati, Harian Jogja. (http://www.harianjogja.com/beritas/detailberita/HarjoBerita/17504/profesi-pustakawan-kurang-diminatiview.html diakses 21/10/2010)
Irianti, Pergola. 1997, Profesi Pustakawan dan Kemandirian, Buletin Perpustakaan : Universtas Gajah Mada, Yogyakarta
Nursidik, Yahya. 2009, Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial, Jakarta
Sulistyo-Basuki. 2006, Kemampuan Lulusan Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Era Globalisasi Informasi, Jakarta




Pengembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi


PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
BERORIENTASI KEPADA SIVITAS AKADEMIKA DAN
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI


Oleh : Widodo Mulyo Rusdihanto
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Interdisciplinary Islamic Studies – Ilmu Perpustakaan dan Informasi


Abstrak

Peran strategis perpustakaan dituntut agar dapat mendukung akreditasi dan kebutuhan dasar perguruan tingginya, serta akuntabilitasnya dapat memenuhi pengguna. Selain itu perkembangan teknologi merubah perilaku masyarakat dalam mencari dan memanfaatkan informasi. Banyak masyarakat yang mencari informasi di internet dari pada di perpustakaan. Fenomena seperti itu diatasi dengan mengembangkan perpustakaan perguruan tinggi yang berorientasi kepada sivitas akademika dan perkembangan teknologi informasi. Tahap-tahap yang dilakukan dengan (a). menentukan arah pengembangan, (b). standarisasi sumber daya, (c). pembangunan sistem informasi, dan (d). evaluasi. Upaya tersebut merupakan pembangunan pondasi dasar perpustakaan yang kuat untuk menuju perpustakaan bertaraf internasional.

Kata kunci : perpustakaan perguruan tinggi, sivitas akademika, perkembangan teknologi informasi


A. PENDAHULUAN
Perpustakaan merupakan salah satu unit pelaksana teknis di perguruan tinggi dengan tugas pokoknya sebagai pengelola informasi ilmiah secara efektif dan efisien untuk menunjang pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. Fungsi perpustakaan sebagai sumber informasi ilmiah di perguruan tinggi. Pasal 40 Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perpustakaan merupakan unsur penunjang pendidikan tinggi. Secara harafiah, unsur penunjang dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus ada untuk kesempurnaan yang ditunjang. Peran strategis ini juga terlihat jelas dalam proses akreditasi sebuah pendidikan tinggi, dimana perpustakaan merupakan unsur utama, walau bukan yang pertama.
Menurut Kalarensi Naibaho1, bahwa jika suatu lembaga pendidikan tinggi ingin mendapatkan akreditasi resmi, maka perpustakaan dan segala isinya wajib ada. Artinya, akreditasi tidak akan diperoleh jika lembaga tersebut tidak memiliki perpustakaan.


____________________
1Kalarensi Naibaho. Perpustakaan Sebagai Salah Satu Indikator Utama Dalam Mendukung Universitas Bertaraf Internasional, Jakarta. 2008 (http://www.lib.ui.ac.id/files/Kalarensi_Naibaho.pdf diakses 8/12/2010)
Secara teori, perpustakaan sebetulnya memiliki peran strategis dalam eksistensi pendidikan tinggi. Sebagai unsur penunjang penting, perpustakaan tidak dapat diabaikan, khususnya dalam hal pencapaian visi. Jika sebuah universitas ingin menjadi ‘universitas bertaraf internasional’, otomatis perpustakaan juga harus ikut menjadi ‘perpustakaan bertaraf internasional’. A.C. Sungkono2 berpendapat bahwa perpustakaan perguruan tinggi mendapat tantangan dalam mengevaluasi dirinya agar dapat menjadikan sumber dayanya bersifat Scientific Orientation, Comprehensiveness, Uptodateness, Relevancy, Efficiency and effectiveness, Leadership, dan Trendy. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengelola sumber daya perpustakaan sehingga memenuhi kebutuhan dasar perguruan tinggi. Selanjutnya mengembangkan sistem informasi ilmiahnya dengan dukungan teknologi informasi sehingga dapat dinikmati oleh seluruh sivitas akademinya dengan efektif dan efisien. Sedangkan, Oky Widyanarko3 memandang bahwa akuntabilitas sebuah perpustakaan dalam era kompetisi saat ini sangat berpengaruh pada positioning perpustakaan. Jika indikator akuntabilitasnya baik maka pasar atau user akan merespon positif dan membuat posisi perpustakaan sebagai penyedia jasa yang capable atau dapat dipercaya sekaligus predictable atau dapat diperkirakan mutunya akan tetap kuat posisinya di pasar penyedia jasa informasi. Sebaliknya jika pasar atau pengguna merespon negatif maka perpustakaan harus segera berbenah diri dengan melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator dari akuntabilitas sebuah perpustakaan yang bertanggungjawab kepada publiknya.
Di lain pihak, teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang dengan pesatnya. Banyak teknologi informasi dan komunikasi ditawarkan kepada masyarakat, perusahaan pemasok dalam bidangnya saling berlomba untuk menawarkan hasil teknologinya. Produk-produk teknologi mereka yang terbaru meliputi android, wi-fi, jaringan HSDPA, touchscreen entry-level, symbian, MacBook Pro-calibre CPU, OLED touchscreen, Digital Book, HP Touchsmart, mobile dual-core Intel Atom N550, GSM dual on, dan lain sebagainya.

____________________
2 A.C. Sungkono Hadi. Program Pengembangan Perpustakaan Berbasis Kompetisi, Jakarta. 2006
3Oky Widyanarko. Akuntabilitas Suatu Perpustakaan Menuju Perpustakaan Dengan Manajemen Modern, Surabaya. 2007
Peralatan-peralatan komputer dan handphone banyak dijual dipasaran. Jaringan internet, intranet, dan Local Area Network menjadi sarana penting dalam menunjang bisnis, perkantoran, pendidikan dan lain sebagainya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini menyebabkan kemudahan-kemudahan dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Pada umumnya orang menyebut telah terjadi peledakan informasi atau yang disebut era globalisasi informasi. Era globalisasi informasi mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan informasi serta berkomunikasi. Perilaku masyarakat dalam mencari informasi tidak hanya di perpustakaan saja, tetapi juga di internet. Bahkan informasi yang tidak ada di perpustakaan dapat mereka cari di internet. Pengunjung perpustakaan mulai berkurang. Seperti yang diungkapkan oleh Fajar4 dan Bahrul Ulumi5. Fenomena seperti itu perlu untuk segera dijawab dengan mengembangkan perpustakaan perguruan tinggi yang berorientasi kepada sivitas akademika dan perkembangan teknologi informasi.

B. PEMBAHASAN
Dalam mengembangkan perpustakaan perguruan tinggi memerlukan suatu tahap-tahap pengembangan, yaitu : (1). Menentukan arah pengembangan, (2). Standarisasi sumber daya, (3). Pembangunan sistem informasi, dan (4). Evaluasi.

2.1 Menentukan Arah Pengembangan
Sebelum dilakukan pengembangan perlu adanya arah perencanaan pengembangan masa depan perpustakaan dalam bentuk visi, misi, tujuan, sasaran, dan program kerja. Visi adalah pernyataan yang berorientasi ke masa depan tentang apa yang diharapkan perpustakaan. Misi adalah deskripsi mengenai tugas, kewajiban, dan rencana tindakan yang dirumuskan sesuai dengan visi perpustakaan yang harus digunakan dalam menunjang pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tujuan adalah rumusan kompetensi perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan dan standar yang dituntut oleh sivitas akademika.

____________________
4Fajar, Intermet VS Perpustakaan ?, Jakarta , 2010
(http://fjr1.wordpress.com/2010/04/28/internet-vs-perpustakaan/ diakses 18/1/2011)
5Bahrul Ulumi, Pustakawan dan Google: Rivalitas atau Komplementer, 2008.
Sasaran adalah target yang terukur sebagai indikator tingkat keberhasilan dari tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan program kerja adalah tindakan perpustakaan untuk mencapai tujuan dan sasaran perpustakaan. Untuk mencapai hal itu, direalisasikan dalam rencana kegiatan tahunan (RKT). RKT merencanakan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sumber daya bahan, sumber daya sistem, sumber daya alat, dan sumber daya lingkungan. Dalam RKT ada indikator kinerja dan target yang harus dicapai. Indikator kinerja yaitu peningkatan jumlah pengunjung, peminjam, buku yang dipinjam, dan akses informasi. Target adalah jumlah minimal rata-rata indikator kinerja. Target mengacu hasil kinerja tahun yang lalu. Capaian target diatas hasil kinerja tahun yang lalu sehingga ada peningkatan.
Visi dan misi perpustakaan mengacu pada visi dan misi perguruan tingginya. Visi dan misi perpustakaan tercantum di dalam rencana strategis (renstra) perpustakaan. Analisis kelemahan dan kekuatan perpustakaan merupakan suatu cara untuk membuat renstra. Kelemahan dan kekuatan perpustakaan merupakan bahan untuk menyusun renstra. Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan perpustakaan dilakukan dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT merupakan analisis untuk memperoleh kesimpilan keadaan (posisi) organisasi agar dapat menentukan visi, misi, tujuan, dan program organisasi. Inti dari analisis SWOT yaitu
  1. menganalisis keadaan internal perpustakaan dengan menjabarkan faktor-faktor Strengths (kekuatan) dan Weakness (kelemahan).
  2. menganalisis keadaan eksternal perpustakaan dengan menjabarkan faktor-faktor Opportunitics (peluang) dan Threats (ancaman).
Penjabaran faktor-faktor internal dan eksternal perpustakaan berdasarkan penyebaran kuesioner yang diisi oleh sivitas akademika. Jadi analisis SWOT perpustakaan berdasarkan orientasi sivitas akademika.






2.2 Standarisasi Sumber Daya
Menurut Kaoru Ishikawa6, sumber daya dapat melemahkan atau meningkatkan kualitas layanan. Sumber daya perpustakaan terdiri dari sumber daya bahan, sumber daya alat, sumber daya manusia, sumber daya sistem, dan sumber daya lingkungan. Standarisasi sumber daya perpustakaan perguruan tinggi mengacu pada (a). SK Mendikbud No. 0686/U/1991 pasal 11 ayat 1 butir 3.67, (b). ISO-90018, dan (c). SNI 7330:20099. Standarisasi sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan sivitas akademika perguruan tinggi.

2.1.1 Sumber Daya Bahan
Koleksi bahan pustaka merupakan sumber daya bahan perpustakaan. Berdasarkan Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi :Depdikbud Dirjen Dikti Tahun 1994 yang mengacu SK Mendikbud No. 0686/U/1991 pasal 11 ayat 1 butir 3.6 dan disesuaikan dengan Kurikulum Nasional didapatkan pedoman standar minimal kebutuhan buku dan jurnal (SMKBJ) seperti dibawah.

Tabel 1. Standar Minimal Kebutuhan Buku dan Jurnal
No
Komponen
Jumlah
Mata Kuliah
Judul
Ekslemplar
Perhitungan
Jumlah
Perhitungan
Jumlah
1
MPK
A1
A1 X 1
B1
B1 X 10 % mhs
C1
2
MKK
A2
A2 X 1
B2
B2 X 10 % mhs
C2
3
MKB
A3
A3 X 2
B3
B3 X 10 % mhs
C3
4
MPB
A4
A4 X 2
B4
B4 X 10 % mhs
C4
5
MBB
A5
A5 X 2
B5
B5 X 10 % mhs
C5
6
Buku Ajar Anjuran
A6
A6 X 5
B6
B6 X 10 % mhs
C6
7
Buku Ajar Pengayaan
A7
A7 X 5
B7
B7 X 10 % mhs
C7
8
Rujukan Umum


20
20 X 1
20
9
Rujukan Khusus


20
20 X 1
20
10
Terbitan Berkala


2.000
2.000 X 1
2.000
11
Terbitan Perguruan Tinggi


1.500
1.500 X 1
1.500
12
Terbitan Pemerintah


20
20 X 1
20
13
Koleksi Khusus


25
25 X 1
25
14
Koleksi Non Buku


75
75 X 1
75
15
Koleksi Pasca Sarjana


2.000
2.000 X 1
2.000

TOTAL


Total 1

Total 2
Sumber Data : Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi – Depdikbud Dirjen Dikti Tahun 1994


____________________
6Kaoru Ishikawa, Ishikawa Diagram, 2010
7Depdiknas: Dirjen Dikti, Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi Edisi Kedua, Jakarta, 1994
8Nadya Consultant, ISO-9001: Internal Quality Audit Politeknik Negeri Semarang, Semarang, 2003
9SNI 7330:2009. Standar Nasional Indonesia Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta. 2009
Jumlah SMKBJ tergantung dari jumlah mata kuliah, mahasiswa, dosen, Konsentrasi, Program Studi, dan Jurusan. Nomor 1 s.d. nomor 7 merupakan bahan pustaka yang berkaitan dengan mata kuliah sehingga tergantung dari rasio jumlah mahasiswa. Sedangkan nomor 8 s.d. 15 merupakan bahan pustaka yang berkaitan dengan kebutuhan program studi dan dosen. Dari standar ini dapat pula dicari proporsi anggaran untuk masing-masing program studi. Analisis yang didapatkan dari SMKBJ untuk menentukan apakah koleksi buku dan jurnal di perpustakaan perguruan tinggi sudah memenuhi standar atau belum ?
Selain merencanakan standarisasi buku dan jurnal, perlu juga membuat softcopy tugas akhir mahasiswa, laporan penelitian dosen, dan hasil pengabdian masyarakat. Untuk mengubah bentuk hardcopy menjadi softcopy dilakukan dengan mesin scanner. Kemudian hasil softcopynya dibuatkan bookmark dan watermark. Program yang dipakai Adobe Acrobat. Hal itu untuk bahan membuat repository perpustakaan perguruan tinggi. Lebih baik lagi jika dibuat multimedia. Kemudian disajikan melalui perpustakaan digital maupun jaringan informasi ilmiah.

2.1.2 Sumber Daya Manusia
Pustakawan dan mereka yang bekerja di perpustakaan merupakan sumber daya manusia di perpustakaan. Pengelola perpustakaan terdiri dari tenaga administrasi dan pustakawan. Dengan berdasarkan rumus standar kebutuhan sumber daya manusia seperti dibawah dapat dicari jumlah kebutuhan pengelola perpustakaan. Jadi analisisnya untuk mencari berapakah jumlah pengelola perpustakaan untuk melayankan koleksi SMKBJ.
T = {(w+wh)/2wh X N/(150/t)} + (n+1) + (x/2.000 + y/50.000)
dimana :
T = Jumlah karyawan yang dibutuhkan
w = Jumlah jam kerja nyata per minggu
wh = Jumlah jam kerja minimal per minggu (37.5 jam)
N = Jumlah pengguna
t = Peubah otomasi pada titik layan dengan nilai konstan t1 = 10, t2 = 20, t3 = 30 dst
n = Jumlah titik layan di semua unit
x = Pertambahan koleksi per tahun
y = Besarnya koleksi
Pedoman penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi menyatakaan bahwa :
  1. Perbandingan tenaga administrasi dan pustakawan 2 : 3
  2. Jika ada perubahan dengan adanya otomasi perkantoran 2 : 5
  3. Untuk pengisian jabatan fungsional pustakawan. Idealnya 1 : 3 : 15 (pustakawan madya keatas : pustakawan pertama sampai muda : pustakawan pelaksana)
  4. Jika penggunaan teknologi cukup tinggi maka perbandingannya 1 : 3 : 5

Pelatihan, seminar dan kursus perlu diberikan untuk membentuk kualitas sumber daya manusia. Selain hal itu, perlu juga pembentukan suatu karakter yang baik dengan etika profesi pustakawan. Kompetensi tambahan yang dibutuhkan selain kompetensi kepustakawanan agar membentuk pustakawan yang berkualitas, antara lain :

Tabel 2. Pengetahuan dan Ketrampilan Kompetensi Pustakawan
No
Pengetahuan/Ketrampilan
Manfaat
1
Bahasa Inggris
Untuk komunikasi dalam era globalisasi
2
Literasi informasi
Untuk mengelola berbagai sumber informasi
3
Sitasi
Dapat menggunakan informasi dengan benar dan tidak melanggar hak cipta
4
Perilaku asertif dan ketrampilan mendengar
Untuk berkomunikasi dengan baik tanpa menyakiti diri sendiri dan orang lain
5
Microsoft Acces, Visual Basic, dan Crystal Report
Untuk mengelola informasi berbasis LAN
6
VB-Net, My-SQL, PHP, HTML, XML, XAMPP, dan Apache
Untuk mengelola informasi berbasis WEB
7
Dreamweaver, HTML, dan Joomla
Untuk membuat web-design
8
Corel-Draw
Dapat membuat poster untuk promosi
9
Microsoft Power Point
Dapat presentasi dengan baik
10
SPSS, SEM, dan AMOS
Untuk membuat penelitian
11
Kearsipan dan surat-menyurat (Korespodensi)
Untuk mengelola tata usaha dan administrasi perkantoran di perpustakaan
12
Pengetahuan kurikulum
Untuk mengetahui perkembangan akademik
13
Ketrampilan kepemimpinan
Untuk merencanakan, mengelola, dan mengembangkan perpustakaan
14
Ketrampilan mengajar
Untuk transfer pengetahuan kepada pengguna dan masyarakat
15
Ketrampilan wawasan bisnis
Untuk mengatasi masalah anggaran perpustakaan yang sedikit





Selain pengetahuan dan ketrampilan tersebut, studi lanjut S2 perpustakaan, manajemen, dan teknologi informasi sangat diperlukan. Ketiga konsentrasi tersebut sangat dekat dengan manajemen perpustakaan.

2.1.3 Sumber Daya Alat
Berapa luas ruangan perpustakaan yang dibutuhkan untuk menyimpan dan melayankan bahan pustaka SMKBJ. Untuk menjawab hal itu, ada rumusan seperti dibawah ini.

Tabel 3. Standar Minimal Ruangan
Luas Lantai
Perpustakaan
(M2)
Ruang Koleksi (45 % dari Luas Lantai)
Ruang Pengguna (25 %)
Luas Lantai
(M2)
Jumlah
Luas Lantai
(M2)
Jumlah
Kursi
Rak
Buku
250
110
73
16.500 – 24.200
60
26 – 50
500
225
150
33.750 – 49.500
125
54 – 104
1.000
450
300
67.500 – 99.000
250
108 – 208
2.000
900
600
135.000 – 198.000
500
217 – 416
4.000
1.800
1.200
270.000 – 396.000
1.000
434 – 833
5.000
2.700
1.800
405.000 – 594.000
1.500
652 – 1.250
Sumber data: Buku pedoman perpustakaan perguruan tinggi 1994


Gedung perpustakaan perlu juga dpikirkan tata letak dan design yang representatif serta keamanan dan kenyamanan seperti AC, ada musik, fotocopy, dan hotspot area sehingga akan menarik pengunjung dan merasa senang di perpustakaan.
Selain gedung/ruangan dan rak buku untuk menyimpan koleksi buku-buku, masih banyak peralatan lainnya yang dibutuhkan. Terutama peralatan untuk membangun perpustakaan digital dan jaringan sistem informasi ilmiah berbasis LAN dan WEB.

2.1.4 Sumber Daya Sistem
Untuk melayani sivitas akademika membutuhkan suatu sistem pelayanan yang baik dan akurat. Sistem layanan antara lain struktur organisasi, peraturan-peraturan, prosedur kerja, dan instruksi kerja. Struktur organisasi dasar yg digunakan seperti pada gambar 1.



Kepala
UPT Perpustakaan


Tata Usaha




Pengolahan Bahan Pustaka

Pelayanan Sirkulasi

Gambar 1. Standar minimal struktur organisasi perpustakaan Perguruan Tinggi


Struktur organisasi dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan perpustakaan. Kebutuhan tersebut berorientasi pada kebutuhan pengguna dan perkembangan teknologi informasi.
Penjaminan mutu ISO-9001 sangat berperan dalam meningkatkan kualitas mutu sistem operasional. Peraturan-peraturan, prosedur kerja, dan instruksi kerja utama yang harus ada di perpustakaan antara lain :
  1. Peraturan tata tertib yaitu peraturan layanan kepada pengguna perpustakaan dari mulai masuk perpustakaan sampai penyimpanan barang pengguna perpustakaan.
  2. Peraturan perencanaan dan pengembangan bahan pustaka yaitu peraturan untuk mengatur pengadaan dan penyiangan bahan pustaka agar koleksi sesuai prioritas kebutuhan sivitas akademika. Peraturan ini membentuk tim perencanaan dan pengembangan bahan pustaka. Tim terdiri dari pustakawan dan Kaprodi. Tujuannya agar koleksi bahan pustaka di perpustakaan dapat memenuhi sivitas akademika.
  3. Prosedur layanan sirkulasi yaitu tata cara untuk peminjaman dan pengembalian buku.
  4. Prosedur pengolahan bahan pustaka yaitu tata cara untuk mengolah dan merawat bahan pustaka.
  5. Prosedur manajemen keuangan yaitu tata cara pengelolaan keuangan perpustakaan
  6. Prosedur surat menyurat yaitu tata cara pembuatan dan kearsipan surat


  1. Instruksi kerja komputer, instruksi kerja mesin fotokopi, instruksi kerja AC, instruksi kerja mesin scanner dokumen, instruksi kerja mesin genset, instruksi kerja mesin laminating, dan lain sebagainya. Instruksi kerja merupakan tata cara atau prosedur untuk menghidupkan dan mematikan mesin sehingga mesin menjadi tahan lama. Selain itu semua orang bisa melaksanakannya. Misalnya orang yang bertugas menjaga genset tidak masuk maka orang lain bisa menghidupkannya jika listrik padam berdasarkan instruksi kerja yang ditempelkan pada dinding dekat mesin genset tersebut. Jadi tidak harus menunggu orang yang menjaga genset masuk kerja.

Implementasi ISO-9001 dilakukan dengan pembentukan Gerakan Kendali Mutu (GKM) pada unit-unit kerja dan jurusan-jurusan. GKM ini setiap tahunnya membuat perbaikan-perbaikan mutu dengan diagram Ishikawa. Para GKM berlomba untuk memperebutkan hadiah dari Tim ISO-9001.
Selain itu, perlu dipikirkan pembuatan (a). sistem informasi manajemen dan (b). sistem informasi ilmiah. Sistem informasi manajemen perpustakaan merupakan pengintegrasian antara bidang pekerjaan administrasi, keuangan, pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, pengolahan, sirkulasi, statistik, pengolahan anggota perpustakaan, dan lain-lain. Tujuannya agar manajemen perpustakaan mudah dilaksanakan dan transparan. Sedangkan sistem informasi ilmiah mencakup tugas akhir mahasiswa, laporan penelitian dosen, hasil pengabdian kepada masyarakat, buku, jurnal dan lain sebagainya. Kedua sistem tersebut berbasis LAN dan WEB.

2.1.5 Sumber Daya Lingkungan
Sumber daya lingkungan merupakan sumber daya yang berkaitan dengan tempat dan masyarakat dilingkungan perpustakaan. Masyarakat yang dimaksud adalah sivitas akademika perguruan tinggi. Apakah tempat perpustakaan strategis ? atau apakah budaya baca sivitas akademika sudah baik ? Kegiatan-kegiatan untuk membina sumber daya lingkungan merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat para pejabat fungsional pustakawan.


Kegiatan-kegiatan untuk membina sumber daya lingkungan, antara lain :
  • Pengenalan perpustakaan pada orientasi mahasiswa baru
  • Pelatihan layanan perpustakaan yaitu mengenalkan tata cara dan instruksi kerja peralatan kepada sivitas akademika
  • Pelatihan dan pembinaan layanan perpustakaan terpadu
  • Promosi perpustakaan yaitu mengenalkan koleksi bahan pustaka kepada sivitas akademika.
Permasalahan sumber daya lingkungan sebenarnya pada kedekatan antara perpustakan dengan sivitas akademika. Ibaratnya perpustakaan menjual jasa informasi ilmiah dan sivitas akademika membelinya. Antara penjual dan pembeli itu dekat apa tidak ? Untuk mendekatkan dibuatkan jaringan informasi ilmiah yang menghubungkan antara perpustakaan dengan tempat belajar-mengajar sivitas akademika.

2.2 Pembangunan Sistem Informasi
Perkembangan teknologi informasi dan perubahan perilaku masyarakat informasi inilah yang membuat perpustakaan perguruan tinggi membangun sistem informasi. Pembangunan sistem informasi perpustakaan meliputi :
  1. membuat hotspot area di perpustakaan
  2. menyediakan layanan internet untuk pengguna perpustakaan
  3. mengalihmediakan bahan pustaka hardcopy menjadi bahan pustaka softcopy dengan membuatkan bookmark dan watermark pada bahan pustaka softcopy
  4. membuat katalog berbentuk multimedia
  5. membuat koleksi dalam multi format
  6. menyediakan komputer untuk pustakawan sebagai sarana untuk bekerja
  7. menyediakan komputer untuk pengguna sebagai sarana untuk mengetik dan mencetak
  8. membuat akses ke sumber informasi di internet yang menyediakan bahan informasi sesuai kebutuhan sivitas akademika dan dapat dipercaya
  9. membuat homepage perpustakaan yang menyajikan informasi bibliografi koleksi bahan pustaka, tugas akhir mahasiswa, laporan penelitian dosen, laporan pengabdian masyarakat dari dosen, pameran online, pendidikan pemakai, berita perpustakaan, informasi lokal, media komunikasi dengan pengguna, hubungan dengan situs lain, dan lain sebagainya. Informasi ilmiah disajikan dalam bentuk full text.
  10. membuat jaringan sistem informasi berbasis LAN dan WEB yang menghubungkan perpustakaan dengan tempat belajar-mengajar sivitas akademika. Jaringan tersebut untuk sarana sistem informasi manajemen perpustakaan dan sistem informasi ilmiah
  11. menjalin kerjasama informasi ilmiah dengan perpustakaan lain
  12. membuat perpustakaan digital dengan layanan full text informasi

2.3 Evaluasi
Evaluasi perlu dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dan membuat kualitas layanan menjadi akurat, efektif dan efisien. Evaluasi kegiatan perpustakaan disajikan dalam bentuk laporan tahunan perpustakaan yang berbentuk portofolio. Kegiatan evaluasi lainnya merupakan kegiatan evaluasi berbentuk analisis atau kajian.
Contoh-contoh analisis untuk mengevaluasi perpustakaan :
  • Analisis kepuasan pengguna terhadap mutu layanan UPT Perpustakaan
  • Kajian koleksi bahan pustaka terhadap kebutuhan pengguna
  • Analisis kekuatan dan kelemahan UPT Perpustakaan untuk bahan renstra
  • Analisis kepemimpinan UPT Perpustakaan terhadap kepuasan kinerja karyawan
  • Analisis formasi jabatan fungsional pustakawan
  • Analisis profitabilitas sebelum dan sesudah memperoleh sertifikasi ISO-9001
  • Evaluasi perpustakaan digital melalui Transaction Log Analysis (TLA)
Dari analisis tersebut akan diketahui permasalah-permasalan di perpustakaan. Permasalah tersebut selanjutnya ditindaklanjuti agar diperbaiki.

C. WHAT’S NEXT ?
Setelah itu semua dilakukan, apa yang harus dilakukan selanjutnya ? Keberlanjutan pengembangan dengan melakukan perbaikan-perbaikan maupun perawatan-perawatan baik itu operasional di perpustakaan maupun di jaringan LAN dan WEB. Inovasi dan kreatifitas dibutuhkan untuk membuat suatu ide-ide baru yang efektif dan efisien dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi.
D. PENUTUP
Dari pemaparan dapat disimpulkan bahwa pola pengembangan perpustakaan perguruan tinggi merupakan pembangunan pondasi dasar perpustakaan yang kuat dan disertai dengan pembangunan sistem informasi yang canggih dan berorientasi pada kebutuhan sivitas akademika. Kebutuhan kualitas sumber daya manusia yang handal sangat diperlukan untuk mengelola perpustakaan sehingga dapat menuju perpustakaan bertaraf internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1994, Buku Pedoman Perpustakaan Peguruan Tinggi Edisi Kedua, Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2004, Buku Pedoman Perpustakaan Peguruan Tinggi Edisi Ketiga, Jakarta
Fajar. 2010. Intermet VS Perpustakaan ?, Jakarta
(http://fjr1.wordpress.com/2010/04/28/internet-vs-perpustakaan/
diakses 18/1/2011)
Hadi, A.C. Sungkono. 2006. Program Pengembangan Perpustakaan Berbasis Kompetisi, Jakarta
Ishikawa, Kaoru. 2010. Ishikawa Diagram.
Nadya Consultant. 2003. ISO-9001: Internal Quality Audit Politeknik Negeri Semarang, Semarang
Naibaho, Kalarensi. 2008. Perpustakaan Sebagai Salah Satu Indikator Utama Dalam Mendukung Universitas Bertaraf Internasional, Jakarta.
SNI 7330:2009. Standar Nasional Indonesia Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta. 2009
Ulumi, Bahrul. 2008. Pustakawan dan Google: Rivalitas atau Komplementer
Widyanarko, Oky. 2007. Akuntabilitas Suatu Perpustakaan Menuju Perpustakaan Dengan Manajemen Modern. Surabaya